Demokrasi Dalam Pandangan Islam
- Pada awal tahun 2005, artikel dibawah ini sempat beredar luas di dunia maya. Dan apa salahnya jika kita kembali membaca dan menelaahnya. Semoga bermanfaat!
Meski prinsip
demokrasi itu lahir di barat dan begitu juga dengan trias politikanya,
namun tidak selalu semua unsur dalam demokrasi itu bertentangan dengan
ajaran Islam. Bila kita jujur memilahnya, sebenarnya ada beberapa hal
yang masih sesuai dengan Islam. Beberapa diantaranya yang dapat kami
sebutkan antara lain adalah : ? Prinsip syura (musyawarah) yang tetap
ada dalam demokrasi meski bila deadlock diadakan voting. Voting atau
pengambilan suara itu sendiri bukannya sama sekali tidak ada dalam
syariat Islam.
Begitu juga dengan
sistem pemilihan wakil rakyat yang secara umum memang mirip dengan
prinsip ahlus syuro. ? Memberi suara dalam pemilu sama dengan memberi
kesaksian atas kelayakan calon. ? Termasuk adanya pembatasan masa
jabatan penguasa. ? Sistem pertanggung-jawaban para penguasa itu di
hadapan wakil-wakil rakyat.
Adanya banyak partai sama kedudukannya dengan banyak mazhab dalam fiqih.
Namun memang ada juga
yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, yaitu bila pendapat
mayoritas bertentangan dengan hukum Allah. Juga praktek-praktek
penipuan, pemalsuan dan penyelewengan para penguasa serta kerjasama
mereka dalam kemungkaran bersama-sama dengan wakil rakyat. Dan yang
paling penting, tidak adanya ikrar bahwa hukum tertinggi yang digunakan
adalah hukum Allah SWT.
Namun sebagaimana
yang terjadi selama ini di dalam dunia perpolitikan, masing penguasa
akan mengatasnamakan demokrasi atas pemerintahannya meski pelaksanaannya
berbeda-beda atau malah bertentangan dengan doktrin dasar demokrasi itu
sendiri.
Sebagai contoh,
dahulu Soekarno menjalankan pemerintahannya dengan gayanya yang menurut
lawan politiknya adalah tiran, namun dengan tenangnya dia mengatakan
bahwa pemerintahannya itu demokratis dan menamakannya dengan demokrasi
terpimpin. Setelah itu ada Soeharto yang oleh lawan politiknya dikatakan
sebagai rezim yang otoriter, namun dia tetap saja mengatakan bahwa
pemerintahannya itu demokratis dan menamakannya demokrasi pancasila. Di
belahan dunia lain kita mudah menemukan para tiran rejim lainnya yang
nyata-nyata berlaku zali dan memubunuh banyak manusia tapi
berteriak-teriak sebagai pahlawan demokrasi. Lalu sebenarnya istilah
demokrasi itu apa ?
Demoktasi : Istilah Yang Sedang Ngetrend
Istilah demokrasi
pada hari ini tidak lain hanyalah sebuah komoditas yang sedang ngetrend
digunakan oleh para penguasa dunia untuk mendapatkan kesan bahwa
pemerintahannya itu baik dan legitimate. Padahal kalau mau jujur, pada
kenyataannya hampir-hampir tidak ada negara yang benar-benar demokratis
sesuai dengan doktrin dasar dari demokrasi itu sendiri.
Lalu apa salahnya
ditengah ephoria demokrasi dari masyarakat dunia itu, umat Islam pun
mengatakan bahwa pemerintahan mereka pun demokratis, tentu demokrasi
yang dimaksud sesuai dengan maunya umat Islam itu sendiri. Kasusnya sama
saja dengan istilah reformasi di Indoensia. Hampir semua orang termasuk
mereka yang dulunya bergelimang darah rakyat yang dibunuhnya, sama-sama
berteriak reformasi. Bahkan dari sekian lusin partai di Indonesia ini,
tidak ada satu pun yang tidak berteriak reformasi.
Jadi reformasi itu
tidak lain hanyalah istilah yang laku dipasaran meski -bisa jadi- tak
ada satu pun yang menjalankan prinsipnya. Maka tidak ada salahnya pula
bila pada kasus-kasus tertentu, para ulama dan tokoh-tokoh Islam
melakukan analisa tentang pemanfaatan dan pengunaan istilah demokrasi
yang ada di negara masing-masing. Lalu mereka pun melakukan evaluasi dan
pembahasan mendalam tentang kemungkinan memanfaatkan sistem yang ada
ini sebagai peluang menyisipkan dan menjalankan syariat Islam.
Hal itu mengingat
bahwa untuk langsung mengharapkan terwujudnya khilafah Islamiyah dengan
menggunakan istilah-istilah baku dari syariat Islam mungkin masih banyak
yang merasa risih. Begitu juga untuk mengatakan bahwa ini adalah negara
Islam yang tujuannya untuk membentuk khilafah, bukanlah sesuatu yang
dengan mudah terlaksana. Jadi tidak mengapa kita sementara waktu
meminjam istilah-istilah yang telanjur lebih akrab di telinga masyarakat
awam, asal di dalam pelaksanaannya tetap mengacu kepada aturan dan
koridor syariat Islam.
Ulama Menggunakan Istilah Demokrasi
Bahkan sebagian dari ulama pun tidak ragu-ragu menggunakan istilah demokrasi, seperti Ustaz Abbas Al-`Aqqad yang menulis buku ‘Ad-Dimokratiyah fil Islam’. Begitu juga dengan ustaz Khalid Muhammad Khalid yang malah terang-terangan mengatakan bahwa demokrasi itu tidak lain adalah Islam itu sendiri.
Semua ini tidak lain
merupakan bagian dari langkah-langkah kongkrit menuju terbentuknya
khilafah Islamiyah. Karena untuk tiba-tiba melahirkan khilafah, tentu
bukan perkara mudah. Paling tidak, dibutuhkan sekian banyak proses mulai
dari penyiapan konsep, penyadaran umat, pola pergerakan dan yang paling
penting adalah munculnya orang-orang yang punya wawasan dan ekspert di
bidang ketata-negaraan, sistem pemerintahan dan mengerti dunia
perpolitikan.
Dengan menguasai
sebuah parlemen di suatu negara yang mayoritas muslim, paling tidak
masih ada peluang untuk ‘mengislamisasi’ wilayah kepemimpinan dan
mengambil alihnya dari kelompok anti Islam. Dan kalau untuk itu
diperlukan sebuah kendaraan dalam bentuk partai politk, juga tidak
masalah, asal partai itu memang tujuannya untuk memperjuangkan hukum
Islam dan berbasis masyarakat Islam. Partai harus ini menawarkan konsep
hukum dan undang-undang Islam yang selama ini sangat didambakan oleh
mayoritas pemeluk Islam.
Dan di atas kertas,
hampir dapat dipastikan bisa dimenangkan oleh umat Islam karena mereka
mayoritas. Dan bila kursi itu bisa diraih, paling tidak, secara
peraturan dan asas dasar sistem demokrasi, yang mayoritas adalah yang
berhak menentukan hukum dan pemerintahan.
Umat Islam sebenarnya
mayoritas dan seharusnya adalah kelompok yang paling berhak untuk
berkuasa untuk menentukan hukum yang berlaku dan memilih eksekutif
(pemerintahan). Namun sayangnya, kenyataan seperti itu tidak pernah
disadari oleh umat Islam sendiri.
Tanpa adanya unsur
umat Islam dalam parlemen, yang terjadi justru di negeri mayoritas
Islam, umat Islammnya tidak bisa hidup dengan baik. Karena selalu
dipimpin oleh penguasa zalim anti Islam. Mereka selalu menjadi penguasa
dan umat Islam selalu jadi mangsa. Kesalahannya antara lain karena
persepsi sebagian muslimin bahwa partai politik dan pemilu itu bid`ah.
Sehingga yang
terjadi, umat Islam justru ikut memilih dan memberikan suara kepada
partai-partai sekuler dan anti Islam. Karena itu sebelum mengatakan
mendirikan partai Islam dan masuk parlemen untuk memperjuangkan hukum
Islam itu bid`ah, seharusnya dikeluarkan dulu fatwa yang membid`ahkan
orang Islam bila memberikan suara kepada partai non Islam. Atau sekalian
fatwa yang membid`ahkan orang Islam bila hidup di negeri non-Islam.
Partai Islam dan Parlemen adalah peluang Dakwah
Karena itu peluang
untuk merebut kursi di parlemen adalah peluang yang penting sebagai
salah satu jalan untuk menjadikan hukum Islam diakui dan terlaksana
secara resmi dan sah. Dengan itu, umat Islam punya peluang untuk
menegakkan syariat Islam di negeri sendiri dan membentuk pemerintahan
Islam yang iltizam dengan Al-Quran dan Sunnah. Tentu saja jalan ke
parlemen bukan satu-satunya jalan untuk menegakkan Islam, karena politik
yang berkembang saat ini memang penuh tipu daya.
Lihatlah yang terjadi
di AlJazair, ketika partai Islam FIS memenangkan pemilu, tiba-tiba
tentara mengambil alih kekuasaan. Tentu hal ini menyakitkan, tetapi
bukan berarti tidak perlu adanya partai politik Islam dan pentingnya
menguasai parlemen.
Yang perlu adalah
melakukan kajian mendalam tentang taktik dan siasat di masa modern ini
bagaimana agar kekuasaan itu bisa diisi dengan orang-orang yang shalih
dan multazim dengan Islam. Agar hukum yang berlaku adalah hukum Islam.
Selain itu dakwah lewat parlemen harus diimbangi dengan dakwah lewat
jalur lainnya, seperti pembinaan masyarakat, pengkaderan para teknokrat
dan ahli di bidang masing-masing, membangun SDM serta menyiapkan
kekuatan ekonomi.
Semua itu adalah jalan dan peluang untuk tegaknya Islam, bukan sekedar berbid`ah ria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar